Ketika kita berjalan ke timur masuk persawahan desa Kedungmulyo, Kecamatan Bangilan, Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur Indonesia. Kita akan menemukan tugu peninggalan Belanda yang terletak di tengah sawah tersebut. Tugu tersebut berada ditengah persawahan dan dekat dengan eks rel kereta api jalur Bojonegoro Lasem. Jarak dari rel kereta api ke tugu hanya sekitar 70 meteran.
Setelah cari-cari informasi dari berbagai referensi akhirnya tugu tersebut teridentifikasi melalui peta Kolonial Belanda tahun 1944 pada wilayah kecamatan Bangilan Tuban, dengan hasil memuaskan, yakni tugu triangulasi berjenis sekunder dengan nomor register S-640 yang berdiri pada ketinggian 47 mdpl yang berada di tengah sawah Bangilan.
Tugu triangulasi peninggalan bersejarah tersebut di buat oleh dinas topografi hindia belanda (Topografische Dienst, Nederlandsch Indie) yang menjadi tonggak lahirnya peta topografi, perkembangan ilmu metrologi, pendidikan militer (altileri) dan sistem navigasi di Indonesia. Pada zaman kolonial belanda dahulu sekitar tahun 1860an silam, dalam membuat peta wilayah, mencari titik koordinat wilayah, dan mencari titik tertinggi, pemerintah kolonial Belanda menggunakan teknik triangulasi yang dihitung memakai hukum sinus.
Pemerintah kolonial pada saat itu lewat dinas topografi melakukan explorasi besar-besaran yang bermula dari pulau jawa hingga ke seluruh pelosok nusantara, yang bertujuan untuk pemetaan di seluruh wilayah di Nusantara. Salah satu produk final dari mereka yang dapat kita nikmati hingga saat ini yakni atlas Indonesia, peta topografi, peta wilayah, peta tematik, dan teknologi sistem navigasi. Biarlah tugu triangulasi bersejarah yang menjadi situs cagar budaya ini tetap lestari di republik indonesia tercinta kita.
Perlu diketahui, topografische dienst sekarang menjadi Direktorat topografi TNI – AD (nasionalisasi era Presiden Republik Indonesia Pertama Bapak Ir. Soekarno).
Sumber: Yulius K