Megengan adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa dalam menyambut bulan suci Ramadan. Tradisi ini sering pula disebut sebagai ritual Mapag atau menjemput awal bulan puasa. Tradisi ini digelar sebagai media berkirim doa kepada leluhur yang telah berpulang ke rahmatullah.
Hari-hari mendekati awal bulan puasa, warga Bangilan, selalu disibukkan dengan tradisi megengan atau kenduri (slametan). Setiap warga saling mengundang warga lain untuk mengikuti tradisi di rumahnya. Hal ini dilakukan bergantian. Selain membaca doa bersama-sama, tradisi megengan ditutup dengan pemberian buah tangan berupa berkat kepada setiap tamunya yang diundang.
‘Berkat’ yang disebut disini adalah pembagian buah tangan atau oleh-oleh berupa nasi yang diletakkan dalam bak kecil dibungkus plastik yang di dalamnya terdapat beraneka ragam bumbu seperti mie, sambel goreng kentang, peyek teri, krupuk, srondeng, momok tempe/tahu dan kluwih serta aneka jajanan atau sebungkus ketan.
Megengan sendiri berasal dari kata megeng yang bahasa Indonesia-nya menahan, dan terkandung maksud menahan diri dari sekarang untuk menyabut datangnya bulan puasa.
Puasa dalam bahasa jawanya Poso, ‘ngeposne rasa’ dengan maksud mengistirahatkan perasaan entah itu perasaan senang, marah, benci, atau apapun itu jenis perasaan, agar jangan sampai nantinya ketika menjalani puasa hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Padahal yang paling penting adalah menahan perasaan atau hawa nafsunya.
“Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah (umur) kami kepada bulan Ramadhan.” (kind)