Saya memandang foto pria ini dengan rasa takjub. Foto ini diambil tahun 1934. Waktu itu, amat lumrah didepan rumah, (rumah kakek nenek kita juga tentunya) menyediakan air dalam gentong, yang disediakan bagi orang yang lewat di depan sebuah rumah…
Selain fungsinya yang sebagai tempat minum, gentong juga disediakan sebagai tempat “wisuh” cuci kaki sebelum masuk rumah setelah berpergian, dengan harapan bisa membuang “sawan” dan penyakit yang mungkin dibawa saat diluar dan tidak sampai terbawa masuk kedalam rumah. Sekarang cuci kaki dan tangan setelah berpergian dilakukan didalam kamar mandi yang ada didalam rumah, yang artinya sawan – sawan yang mungkin terbawa saat berpergian kebawa masuk kedalam rumah
Dulu tradisi yang sudah dihilangkan, kini kembali ramai di uri – uri kembali saat pandemi covid – 19, setelah laku kegiatan ini dianggap kuno, mitos bahkan kurang kerjaan. Kita generasi yang katanya milineal menjadi tersentak, dan mengingat kebiasaan orang – orang tua dulu, hingga akhirnya kembali menerapkan kebiasaan meneruh gentong air didepan rumah, meski dengan model yg berbeda, lebih simple dan lebih kekinian
Di Bangilan keberadaan gentong air depan rumah hampir punah. Yg saya tahu hanya ada disalah satu rumah yaitu didesa Kedungharjo.
Perkembangan zaman memang sepertinya semakin tidak memungkinkan lagi menaruh gentong air di depan rumah. Jalanan makin sempit, lalu lintas semakin padat dan orang usil makin banyak.
Akan tetapi, gentong air di depan rumah selalu banyak memberi makna, memberi banyak pelajaran hidup dan mengingatkan kita bahwa “hidup itu cuma mampir minum”. Kita hidup di dunia fana ini berdampingan dengan orang lain yang sama2 memerlukan “minuman”. “Minuman” itu tak melulu air, tapi juga penghasilan ekonomi, ruang waktu dan kenyamanan beraktivitas serta beribadah.
Janganlah kita sikut menyikut dengan sesama penghuni dunia ini yang sama2 sedang “mampir minum”. Berilah rasa nyaman dan aman pada sesama manusia yang (seperti kita) sedang “mampir minum” di dunia ini…