Jembatan Kereta Api Bangilan ini adalah salah satu bagian dari jalur kereta api non aktif Bojonegoro – Jatirogo diresmikan oleh perusahaan perkereta-apian Hindia Belanda Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) pada tahun 1919.
Saat ini penampakan Jembatan Kereta Api Bangilan ini unik karena kerangka besinya tembus toko jamu yang terletak di area kompleks pertokoan warga kecamatan Bangilan, Kabupaten Tuban, dan juga ekornya panjang plus masih tersisa rel kereta apinya.
Latar Belakang Pembangunan jalur kereta api Bojonegoro – Jatirogo itu dikarenakan wilayah Pegunungan Kendeng yang terbentang di antara Kabupaten Rembang dan Kabupaten Tuban itu merupakan salah satu pegunungan yang paling potensial untuk diincar mineral-mineralnya. Di dalam pegunungan ini terkandung banyak mineral seperti batu gamping, kuarsa, dan tanah liat.
Kebutuhan akan mineral-mineral tersebut sangatlah mempengaruhi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kuarsa diincar karena banyak dimanfaatkan dalam pengembangan ilmu fisika, kimia, dan elektronika, Batu gamping dimanfaatkan untuk produksi semen, sementara tanah liat dimanfaatkan dalam industri kerajinan. Untuk mendukung distribusi dan ekspor hasil tambang, dibangunlah suatu jalur kereta api. Perpanjangan jalur memungkinkan kereta api dapat mengangkut hasil tambang.
Pada tanggal 1 Juni 1914, jalur Lasem–Pamotan selesai dibangun, dilanjut jalur Pamotan–Jatirogo pada tanggal 20 Februari 1919, dan pada 1 Mei 1919 dilanjutkan jalur Jatirogo-Bojonegoro dilakukan oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) sebagai bagian dari proyek pengangkutan pasir kuarsa dengan kereta api.
Karena kalah dengan moda transportasi lainnya maka jalur kereta api ini di nonaktifkan oleh Perusahaan Jawatan Kereta Api Indonesia (PJKA) pada tahun 2001 silam. (Yulisus K)